Minggu, 04 Maret 2012

Menggoda Anak Belasan Tahun #4

Aku tersenyum saat aku mendapat bisikan dari seorang teman yang bertanda kerumahku. Mulanya aku tak percaya, kalau seorang anakberusia 13 tahun sedang mengintipku. Tapi setelah menyaksikan sendiri, aku baru percaya. Dia adalah Dullah. Nama lengkapnya aku tidak tau. Tapi apa perduliku dengan nama lengkapnya. Aku pun tersenyum lagi setelah aku melihatnya mengintipku. Aku memang duduk sembarangan dan daster miniku membuat pahaku tersingkap.
"Boleh juga, tuh. Iseng-iseng berhadiah" kata temanku mengggodaku. Aku membantahnya. Tak mungkin aku menggoda anak kecilberusia 13 tahun, walau tubuhnya tingi dan sedikit kurus, berkulit putih mulus dengan rambunya yang lurus.
Setelah temanku pulang, malah pikiranku kacau. Aku melihat keberanian anak itu, mengintipku dari jarak lima meter. Kembali aku tersenyum. Apa mungkin, aku akan bermain sex dengan anak itu? Kerjanya terus menerus main sepeda mini, memutar-mutar sepedanya seperti akrobat? Hal ini membuat pikiranku menjadi kotor. Kenapa tidak? Boleh coba kan, batinku.
Kuangkat kakiku dan aku memperlihatkan pahaku yang mulus, antara kelihatan celana dalam dan tidak. Aku mengukurnya. Jelas kulihat matanya melirik dan aku tersenyum padanya. Eh... anak ini malah membalas senyumku.
Aku pun melambainya agar datang. Dengan cepat sepedanya, dirapatkannya ke halaman rumahku. Dengan tak gentar dia datang dan bersapa.
"Ada apa tante?"
"Kalau aku surtuh membelikan sesuatu maugak?" tanyaku. Dia mengangguk. Kuminta dia membeli gado-gado dua bungkus. Dia adalah anak seorang supir dengan kehidupan yang pas-pasan. Dengan cepat dia melarikan sepedanya. Tak lama dia kembali membawa dua bungkus gado-gado. Kuajar dia memasukkan sepedanya ke dalam rumah dan kubawa dia masuk. Kami duduk di taman belakangrumahku, memakan gado-gado. Sembari makan, aku memasang aksi, memperlihatkan pahaku sampai ke pangkal pahaku. Kulirik, dia mulai gelisah. AKu tahu dia mulai horney. Dalam hati aku tersenyum.
Usai makan, kusuruh dia mandi ke kamar mandi yang bersih. Anak ini mau saja.
Usai mandi, aku memanggilnya. Langsung kupeluk dan aku tau dia terkejut. Kucium bibirnya, membuat dirinya semakin terkejut.
"Kamuterus mengintip paha tante, kenapa sekarang kamu justru jadi ketakutan?" tanyaku lembut. Dullah diam saja.
"Ah... kamu ini seperti tidak laki-laki saja. Buktikan domng, kalau kamu anak laki-laki," serangku merendahkan harga dirinya. Lagi-lagi dia diam. Kutanya sekolahnya. Katanya, jia sekolah terus, seharusnya dia sudah kelas dua SMP. Aku tersenyum dan berjanji akan menyekolahkannya.
Kuraba kemaluannya dari balik celananya. AKu merasakan sesuatu yang mengeras. Tapi Dullah menarik dirinya. Untung aku masih memeluknya dan tak kubiarkan dia lepas. Aku trakut dia bercerita kepada orang lain, jadi dia harus aku tuntaskan. Tentu dengan rayuan mautku, aku berhasil melapas celananya. Langsung kukulum burungnya ke dalam mulutku dan dia mulai merasakan enaknya. Aku mulai menyatakan diriku berhasil. Sembari mengulum burungnya, aku melepas celana dalamku. Setelah lepas, aku membimbingnya untuk tidur di lantai. Kukankangi tubuhnya dan kutuntun burungnya ke dalam lubang nikmatku.
Akju melihat dia mulai menutup matanya, untuk menikmati kehangatan liangku. Perlahan aku memainkannya dari atas. Dan... aku merasakan *an spemanya dalam liangku. Busyet.... batinku. Tapi aku tersenyum, tak mau membuatnya kecewa. Jurus maut kembali aku mainkan, dengan memuji-mujinya setinggi langit.
"Tak sangka, kalau kamu benar-benar seorang laki-laki perkasa," pujiku. Dia tersenyum lau.
"Bagaimamna enak?" sapaku, saat kemaluannya mengcil dan meluncur keluar dari liangku. Lagi-lagi dia tersenyum dan tertunduk, tak berani menatapku.
"Jangan malu, dong. Kamu ini kan sudah jadi laki-laki sempurna?" pujiku lagi.
Setelahg membersihkan diri di kamar mandi, aku memberinya uang Rp. 10.000,- Aku melihat dia sangat senang menerimanya. Kami buat sumpah, kalau Dullah, tak boleh bercerita kepada siapapun. Jika diabercerita, maka dia akan ditangkap polisi. Dullah mengangguk. Aku minta Dullah untuk datang lagi besok sore dan kami boleh buat kenikmatan lagi. Dia setuju. Saat keluar dari halaman rumah, langsung dia larikan sepedanya sekencang mungkin.
Dullah sudah mondar-mandir di halaman rumahku. Aku beru ingat, kalau kemarin, kami berjanji. Cepat kubukapintu rumah dan aku mengedipkan mataku. Matanya celingak-celinguk melihat sekitar.Setelah dia merasa aman, dia langsung memasuki rumahku dengan sepedanya. Dengan sigap pula dia menutup pintu dan menguncinya. Aku tersenyu. Anak pinar bisikku dalam hati. Kali ini, Dullah, justru sudah mandi dan bersih. Aku mencium aroma lifebuoy dari tubuhnya.
Uuuhhh... senyumnya mengembang. Langsung dia kupeluk. Pujianku kembali mengumbar.
"Kamu hebat. Kamu laki-laki perkasa yang hebat. Luar biasa..."pujiku. Dia tersenyum. Aku duduk di kursi makan dan kupeluk dirinya yang masih berdiri lali kucium bibirnya. Aku mengajarinya, bagaimana mengulum bibir dan lidah dipermainkan dalam mulut. Aku mengajarinya, bagaimana mengemut tetekku. Terakhir aku mengajarinya, bagaimana menjilati memekku dan mengemut kentitku. Ada satu jam lamanya aku mengajrinya.
Aku naik ke meja makan dan menelentangkan tubuhku. Aku minta dia menjilati memekku dan mempermainkan klentitku. Sampai aku orgasme. Setelah aku puas, aku trurun ke lantai dan kuminta dia menaiki tubuhku dan menuntun burungnya memasuki liangku.
Dullah mengenkotku dari atas sembari kuarahkan mulutnya untuk mengemut pentik tetekku. Kubisiki dia, agar tak buru-buru. Agar dia menikmati setiap genjotannya. Akhirnya aku pun tak mampu membendung nikmatku. Aku mencari dan terus mencari nikmatku sendiri, karena aku takut didahului olehnya. Aku pun menemukannya dan menjepit sekuatku pinggangnya dengan kedua kakiku. Aku merasakan *an spermanya yang hangat dalam liangku. Kami berpelukan dan kami mendapatkan kenikmatan kami.
Lagi-lagi aku menyerahkan uang Rp. 10.000,- padanya. Tiga kali seminggu dia datang untuk memuaskan dirinya dan mendapatkan uang Rp. 10.000 dariku. Sampai suatu hari ibunya datang dan mengucapkan terima kasih padaku, kalau aku begitu menyayangi Dullah dan ibunya malahbersedia, kalau Dullahboleh tinggaldi rumahku untuk membantu-bantu di rumahku. Mulanya darahku terkesiap juga, tapi setelah semuanya lancar aku pun senang. Jadiulah Dullah tingal di rumahku dan aku membaiayai sekolahnya.

0 komentar:

Posting Komentar