Aku tersenyum saat aku mendapat bisikan dari seorang teman yang bertanda
kerumahku. Mulanya aku tak percaya, kalau seorang anakberusia 13 tahun
sedang mengintipku. Tapi setelah menyaksikan sendiri, aku baru percaya.
Dia adalah Dullah. Nama lengkapnya aku tidak tau. Tapi apa perduliku
dengan nama lengkapnya. Aku pun tersenyum lagi setelah aku melihatnya
mengintipku. Aku memang duduk sembarangan dan daster miniku membuat
pahaku tersingkap.
"Boleh juga, tuh. Iseng-iseng berhadiah" kata temanku mengggodaku. Aku
membantahnya. Tak mungkin aku menggoda anak kecilberusia 13 tahun, walau
tubuhnya tingi dan sedikit kurus, berkulit putih mulus dengan rambunya
yang lurus.
Setelah temanku pulang, malah pikiranku kacau. Aku melihat keberanian
anak itu, mengintipku dari jarak lima meter. Kembali aku tersenyum. Apa
mungkin, aku akan bermain sex dengan anak itu? Kerjanya terus menerus
main sepeda mini, memutar-mutar sepedanya seperti akrobat? Hal ini
membuat pikiranku menjadi kotor. Kenapa tidak? Boleh coba kan, batinku.
Kuangkat kakiku dan aku memperlihatkan pahaku yang mulus, antara
kelihatan celana dalam dan tidak. Aku mengukurnya. Jelas kulihat matanya
melirik dan aku tersenyum padanya. Eh... anak ini malah membalas
senyumku.
Aku pun melambainya agar datang. Dengan cepat sepedanya, dirapatkannya
ke halaman rumahku. Dengan tak gentar dia datang dan bersapa.
"Ada apa tante?"
"Kalau aku surtuh membelikan sesuatu maugak?" tanyaku. Dia mengangguk.
Kuminta dia membeli gado-gado dua bungkus. Dia adalah anak seorang supir
dengan kehidupan yang pas-pasan. Dengan cepat dia melarikan sepedanya.
Tak lama dia kembali membawa dua bungkus gado-gado. Kuajar dia
memasukkan sepedanya ke dalam rumah dan kubawa dia masuk. Kami duduk di
taman belakangrumahku, memakan gado-gado. Sembari makan, aku memasang
aksi, memperlihatkan pahaku sampai ke pangkal pahaku. Kulirik, dia mulai
gelisah. AKu tahu dia mulai horney. Dalam hati aku tersenyum.
Usai makan, kusuruh dia mandi ke kamar mandi yang bersih. Anak ini mau saja.
Usai mandi, aku memanggilnya. Langsung kupeluk dan aku tau dia terkejut. Kucium bibirnya, membuat dirinya semakin terkejut.
"Kamuterus mengintip paha tante, kenapa sekarang kamu justru jadi ketakutan?" tanyaku lembut. Dullah diam saja.
"Ah... kamu ini seperti tidak laki-laki saja. Buktikan domng, kalau kamu
anak laki-laki," serangku merendahkan harga dirinya. Lagi-lagi dia
diam. Kutanya sekolahnya. Katanya, jia sekolah terus, seharusnya dia
sudah kelas dua SMP. Aku tersenyum dan berjanji akan menyekolahkannya.
Kuraba kemaluannya dari balik celananya. AKu merasakan sesuatu yang
mengeras. Tapi Dullah menarik dirinya. Untung aku masih memeluknya dan
tak kubiarkan dia lepas. Aku trakut dia bercerita kepada orang lain,
jadi dia harus aku tuntaskan. Tentu dengan rayuan mautku, aku berhasil
melapas celananya. Langsung kukulum burungnya ke dalam mulutku dan dia
mulai merasakan enaknya. Aku mulai menyatakan diriku berhasil. Sembari
mengulum burungnya, aku melepas celana dalamku. Setelah lepas, aku
membimbingnya untuk tidur di lantai. Kukankangi tubuhnya dan kutuntun
burungnya ke dalam lubang nikmatku.
Akju melihat dia mulai menutup matanya, untuk menikmati kehangatan
liangku. Perlahan aku memainkannya dari atas. Dan... aku merasakan *an
spemanya dalam liangku. Busyet.... batinku. Tapi aku tersenyum, tak mau
membuatnya kecewa. Jurus maut kembali aku mainkan, dengan memuji-mujinya
setinggi langit.
"Tak sangka, kalau kamu benar-benar seorang laki-laki perkasa," pujiku. Dia tersenyum lau.
"Bagaimamna enak?" sapaku, saat kemaluannya mengcil dan meluncur keluar
dari liangku. Lagi-lagi dia tersenyum dan tertunduk, tak berani
menatapku.
"Jangan malu, dong. Kamu ini kan sudah jadi laki-laki sempurna?" pujiku lagi.
Setelahg membersihkan diri di kamar mandi, aku memberinya uang Rp.
10.000,- Aku melihat dia sangat senang menerimanya. Kami buat sumpah,
kalau Dullah, tak boleh bercerita kepada siapapun. Jika diabercerita,
maka dia akan ditangkap polisi. Dullah mengangguk. Aku minta Dullah
untuk datang lagi besok sore dan kami boleh buat kenikmatan lagi. Dia
setuju. Saat keluar dari halaman rumah, langsung dia larikan sepedanya
sekencang mungkin.
Dullah sudah mondar-mandir di halaman rumahku. Aku beru ingat, kalau
kemarin, kami berjanji. Cepat kubukapintu rumah dan aku mengedipkan
mataku. Matanya celingak-celinguk melihat sekitar.Setelah dia merasa
aman, dia langsung memasuki rumahku dengan sepedanya. Dengan sigap pula
dia menutup pintu dan menguncinya. Aku tersenyu. Anak pinar bisikku
dalam hati. Kali ini, Dullah, justru sudah mandi dan bersih. Aku mencium
aroma lifebuoy dari tubuhnya.
Uuuhhh... senyumnya mengembang. Langsung dia kupeluk. Pujianku kembali mengumbar.
"Kamu hebat. Kamu laki-laki perkasa yang hebat. Luar biasa..."pujiku.
Dia tersenyum. Aku duduk di kursi makan dan kupeluk dirinya yang masih
berdiri lali kucium bibirnya. Aku mengajarinya, bagaimana mengulum bibir
dan lidah dipermainkan dalam mulut. Aku mengajarinya, bagaimana
mengemut tetekku. Terakhir aku mengajarinya, bagaimana menjilati memekku
dan mengemut kentitku. Ada satu jam lamanya aku mengajrinya.
Aku naik ke meja makan dan menelentangkan tubuhku. Aku minta dia
menjilati memekku dan mempermainkan klentitku. Sampai aku orgasme.
Setelah aku puas, aku trurun ke lantai dan kuminta dia menaiki tubuhku
dan menuntun burungnya memasuki liangku.
Dullah mengenkotku dari atas sembari kuarahkan mulutnya untuk mengemut
pentik tetekku. Kubisiki dia, agar tak buru-buru. Agar dia menikmati
setiap genjotannya. Akhirnya aku pun tak mampu membendung nikmatku. Aku
mencari dan terus mencari nikmatku sendiri, karena aku takut didahului
olehnya. Aku pun menemukannya dan menjepit sekuatku pinggangnya dengan
kedua kakiku. Aku merasakan *an spermanya yang hangat dalam liangku.
Kami berpelukan dan kami mendapatkan kenikmatan kami.
Lagi-lagi aku menyerahkan uang Rp. 10.000,- padanya. Tiga kali seminggu
dia datang untuk memuaskan dirinya dan mendapatkan uang Rp. 10.000
dariku. Sampai suatu hari ibunya datang dan mengucapkan terima kasih
padaku, kalau aku begitu menyayangi Dullah dan ibunya malahbersedia,
kalau Dullahboleh tinggaldi rumahku untuk membantu-bantu di rumahku.
Mulanya darahku terkesiap juga, tapi setelah semuanya lancar aku pun
senang. Jadiulah Dullah tingal di rumahku dan aku membaiayai sekolahnya.
Minggu, 04 Maret 2012
Menggoda Anak Belasan Tahun #4
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar