Sebagai janda usia 32 tahun, aku seorang pembohong bila aku tak
membutuhkan sex. Aku perempuan normal dan aku masih suka sex. Namun
setelah kelahiran anakku yang kedua, (kedua anakku adalah perempuan) aku
dan suamiku bercerai baik-baik. Suamiku membutuhkan anaklaki-laki,
sementara peranakanku sudah diangkat, untuk menyelamatkan jiwaku dan
anak keduaku. Aku bersyukur, suamiku, ketika itu mau mengerti keadaan.
Akhirnya aku merelakan untuk dicerai daripada aku dimadu.
Aku mendapatkan santunan besar dari suamiku. Sebuah rumah yang kami
bangun bersama, kemudian deposito dan sebuah mobil serta sebuah toko.
Biaya sekolah anak-anakku, ditanggung oleh suamiku dan merekabebas bisa
bertemu kapan saja suamiku dan anakku mau. Tapi sejak perceraianku
secara resmi, aku tak mau digauli oleh suamiku lagi. Aku jaga gengsi,
bahwa aku bukan perempuan sembarangan.
Seorang tetanggaku baru saja pindah kekompleks rumah kami dan kami
menjadi akrab, karena dia memiliki anaktyunggal dan suaminya jugaseorang
yang alim. Mereka super sibuk. Sering keluar kota bersama untuk urusan
bisnis dan mereka selalu menitipkan putra tunggalnya Hendra padaku
sampai seminggu lamanya.
Hendra suka melirik tubuhku, ketika dia bermain dengan putriku yang
masih kelas satu SDdan yang kecilmasih TK. Aku selalu tersenyum, kalau
dia mulai melirik belahan dadaku. Saat itu terbersit dihatiku untuk
mendapatkan sex dari Henra yang masih berusia 15 tahun dan sudah duduk
di kelas 1 SMA. Terkadang aku malu pada diriku sendiri. Haruskah aku
bersetubuh dengan anak ingusan itu?
Aku sengaja memakai memakai Kimono sore hari sehabis mandi. Kimono
pendek. Dengan rambutku tergerai basah, aku duduk di sofa teras belakang
rumah. Aku sengaja membaca majalahwanita di hadapan Hendra yang sibuk
bermain sendiri dengan mengokotak-katik radio eksperimennya. Tentu
sajabelahan Kimono ku kusengaja tersingkap agar paha putih mulusku
terlihat. Terkadang aku sengaja celana dalamku antara terlihat dengan
tidak. Seakan-akan dengan gerakan repleks aku menatap wajahnya, seakan
tertangkap basah, ketikamemelototi pangkalpahaku. Kemudian aku tersenyum
padanya. Hendra tertunduk malu.
"Laaahhh... kenapa musti malu, Hen. Kan kamu sudah dewasa dan gagah
lagi," rayuku dengan suara mendayu. Hendra diam dan wajahnya bersemu
merah.
"Udah sini duduk dekat tante,"kataku sembari menarik tangannya agar
duduk di dekatku. Dengan malu-malu Hendra duduk di sampingku, sementara
dua putriku bermain dengan asyiknya di gazebo yang dikelilingi pepohonan
bunga warna-warni. Biasa jika dua anak aperempuan bermain, yang mereka
mainkan adalah masak-masakan.
"Kenapa musti malu, sayang. Kan kamu laki-laki dan seorang yang
gagah,"kataku memuji-muji dirinya. Hendra memang kelihatan gagah. Hendra
diam saja. Kulihat di balikcelananya ada benjolan. Artinya penisnya
sedang mekar dan mengeras. Cepat aku meraba penis. Hendra sepertio
menepis tanganku.
"Malu tante,"katanya.
"Kok malu, kan hanya kita berdua gakada yang ngeliat. Adik-adikmu mana mengerti itu," rayuku lagi.
"Kamu sudah punya pacar belum?" tanyaku. Hendra mengaku sudah. Entahlah, benar atau tidak dia sendiri yang tau.
"Udah percahciuman?" pancingku.
"Udah tante," jawabnya. Aku juga tak mau tau apakah dia bohong atau tidak.
"Bisa ni, tante bukti in, kalau kamu sudah pernah berciuman," bisikku, memancing.
"Ih... buktiin bagaimana tante? Apa aku harus bawa pacarku dan berciuman di depan tante," katanya seperti orang lugu.
"Tidak harus demikian dong. Aku punya cara, untukj mengetahui, apakah kamu bohong atau tidak," kataku merayu lagi.
"Gimana cara tante membuktikannya?"
"Ayo ikut tante," kataku dan bangkit dari tempat duduk. Aku memasuk
rumah dan Hendra mengikuti aku. Begitu dia masuk, aku menutup pintu.
Langsung dia aku peluk.
"Ayo buktikan, kalau kamu sudah percah berciuman," kataku sembari
menarik tengkuknya dan mengecup bibirnya. Hendra terkejut, namun
akhirnya dia memberi respons pada kecupan bibirku. Kami berciuman. Bibir
kami sudah menyatu. Aku percaya Hendra mungkin saja sudah pernah
berciuman atau mendapat keterangan dari teman-temannya. Kulepas ikatan
komonoku, hingga Kimonoku terbuka dan aku memang senagaja tidak memakai
Bra. Kuarahkan tangannya untuk mengelus tetekku. Aku terus mempermainkan
lidahku dalam arongga mulutnya. Kami berciuman dan saling memeluk dan
meraba. Sampai akhirnya Hendra melenguk dan memelukku kuat, kemudian
melemas. Aku sadar, kalau Hendra sudah orgasme. Cepat sekali. Mungkin
karena dia masih hijau, masih pemula. Aku tersenyum dan melepaskan
pelukanku, kemudian memperbaiki ikatan Kimono-ku. Saat itu putri
bunghsuku mengetuk pintu ingin masuk kerumah. Aku membuka pintu dan
kembali duduk di kursi terasa.
Dua hari Hendra tak datanag ke rumah. Setiap kali kami bertatapan mata,
dia selalu tertunduk malu. Biasalah, pemula, demikian batrhinku. Tapi
bagiku, itu adalah langkah awal yang baik untuk selanjutnya sampai
kepada apa yang aku inginkan.
Hari ke tiga, kembali mama dan papanya menitipkan Hendra padaku.
Makannya dan semuanya. Bahkan Hendra boleh mengunci rumahnya dan tidur
bersama kami di rumahku. Aku tetap santun dan siap menjadi ibu asuh
Hendra.
Hendra datang ke rumahku dan kami kembali duduk sore hari di teras
belakang rumah. Aku mengajak dia ngobrol entah kemana-mana arah obrolan
kami. Akhirnya aku memuji-mujinya, sebagai seorang lelaki tulen dan
perkasa serta hebat. Aku menagatakan kehebatannya berciuman.
"Kenapa kamu tak mau mengisap pentil tetek tante, Hen?"
"Apa boleh tante," Hendra bertanya dengan matanya yang berbinar. Horeee.... pancingku sudah mengana, batinku pula.
"Kenapa tidak sayang. Jika tidak ada orang lain, semuanya adalah
milikmu. Kamua bebas memperlakukan aku bagaimana saja, asal kamu
tidakcerita kepada siapapun juga dan tidak boleh dilihat oleh orang
lain," kataku meyakinkannya. Nampak dia senang.
"Apa kamu mau sekarang?" tanyaku. Kedua anakku kebetulan baru saja masuk
kamar untuk tidur diang dan aku sudah menyemprot tubuhku dengan farvum
kesayanganku. Kulihat Hendra tersenyum.
Kembali kutarik tangannya ke dalam rumah dan aku langsung menguncinya.
Aku tau, semua keadaan rumah sudah terkunci, termasuk gerbang. Sudah
aman. Kulepas kimono-ku dan aku sudah telanjang, tingga celana dalam min
yang melekat di tubuhku.
"Sekarang inilah milikmu. Perbuatlah, seperti apa yang kamu mau," kataku
merayu dan mendekatinya serta memeluknya. Kami berciuman kembali.
Kuarahkan tangannya meremas tetekku. Setelah puas berciuman, aku arahkan
pentil tetekku untuk diisapnya. Kulihat Hendra demikian rakusnya
mengisap tetekku dan sebelah tangannya kuarahkan mengelus tetekku yag
sebelah lagi. Saat itu, aku memasukkan tanganku ke dalam celananya dan
mengelus penisnya. Aku tau Hendra belum berpengalaman dalam hal ini. Aku
harus sabar mendidiknya, hingga apa yang kuinginkan bisa terpenuhi.
Aku berhasil melepaskan celananya ke lantai. Tanganku bebas mengelus penisnya.
"huuuhhhh... luar biasa hebatnya kontolmu Hen,"kataku memuji miliknya.
Laki-laki kalau dipuji-puji kehebatan miliknya, pasti bangga. Kepalanya
pasti langsung membesar. Apalagi laki-laki yang masih remaja.
Hendra diam saja, malah mengganti mulutnya ke pentila tetekku yang satu
lagi. Aku pun merintih-rintih kenikmatan secara profesional.
"Kamu hebat sekelai sayang. Kamu hebat," teruskan sayang," bisikku
Hendra terus merabai tubuhku dan tangannya sudah berada di kemaluanku.
Bulu-bulu kemaluanku yang kutata rapi bulu-bulunya, membuat rabaan
Hendra aku hampir melayang.
"Masukin dong kontolmu ke memek tante, sayang," pintaku seperti merintih
dan menjerit kecil secara profesional. Desah nafasku pun kubuat seperti
aku sangat membutuhkannya.
"Kontolmu hebat, Hen. Pasti aku akan menjadi sangat puas. Akulah sayang,
aku adalah milikmu," kataku menghiba-hiba sedramatis mungkin.
Kutarik dia menindih tubuhku di atas lantai. Kukangkangkan kedua kakiku.
"Masukin sayang..." kataku. Hendra mulai mengarajhkan kontolnya memasuki
lubang vaginaku. Berkali-kali meleset. Ingin aku menuntun penisnya
memasuki lubang vaginaku. Tapi aku membiarkannya. Sampai akhirnya Hendra
duduk dan memegang sendiri penisnya dan mengarahkannya ke dalam
lubangku dan menekannya. Tentu saja penisnya cepat menghilang di dalam
kveginaku yag sudah basah.
Setelah masuk, aku pun merintih seakan demikian nikmatnya dan demikian gagahnya Hendra.
"Huh... kontolmu hebat sekali sayang. Ayo, pompa yang kuat. Habisi aku.
Habisi aku, hajar sepuasmu," rintihku sepeertai aku tak pernah melakukan
hal yang seperti itu. Aku merasakan Hendra mulai semangat menghajar
diriku. Mulutku terus nyerocos memuji kehebatannya dan seakan aku
demikian merasakan keupasan yang tiada taranya. Hendra mencari bibirku
dan melumatnya dengan buas dan ganas. Hatiku bersorak, kalau jeratku
sudah mengenai korbanku dan tak lama lagi Hendra pasti ketagih dan akan
merengek-rengek meminta kepuasan sex dariku.
"Oh... Hen...kekasihku, cintaku... kontolmu hebat sekali sayang. Terus
lagi sayang, bagaimana keinginanmu untuk memuaskan dirkku dan dirimu,
silahkan. Silahkan sayang," rengekku. Hendra semakin menggila seperti
apa yang aku inginkan. Matanya tertutup menikmati sex yang kami lakukan.
Lagi-lagi hatiku bersorak, kalau dia sedang menikmatninya. Sebentar
lagi dia akan menghiba meminta kenikmatan dariku dan aku mulai memimpin
persetubuhan, tanpa setahunya. Aku akan mengajarinya menjilati vaginaku,
menjilati anusku dan mempermainkan diriku, seakan itu adalah
kehebatannya, padahal akulah sutradaranya.
Minggu, 04 Maret 2012
Menggoda Anak Belasan Tahun #1
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
keren tante ... mau juga dong haha
BalasHapusbohong...
BalasHapus